Selasa, 07 Februari 2012

Gadis Kecil Bernama Pikola

Diterjemahkan oleh Atiek Kusmiadi dari judul asli The Little Piccola oleh Celia Thaxter


Jaman dahulu kala di suatu tempat hiduplah seorang gadis kecil bernama Pikola. Ayahnya sudah meninggal sejak ia masih bayi. Ibunya sangat miskin dan harus bekerja keras setiap hari untuk menghidupi mereka.

Pikola sama sekali tidak memiliki boneka dan mainan. Ia sangat sering kelaparan dan kedinginan, tapi ia tidak pernah merasa sedih dan kesepian.

Setiap kali musim dingin tiba, Pikola tinggal di rumah membantu ibunya sambil merajut kaus kaki-kaus kaki panjang berwarna biru.

Suatu hari ibu Pikola sakit dan tidak bisa lagi mencari uang. Pikola harus bekerja keras sepanjang hari menggantikan ibunya.

Untuk menambah penghasilan Pikola juga menjual semua kaus kaki yang ia rajut. Tak ada yang tersisa bahkan untuk dirinya sendiri sekalipun. Bahkan Pikola membiarkan kaki-kaki kecilnya telanjang dan kedinginan.

Hari natal sudah semakin dekat. Pikola berkata pada ibunya, "Kira-kira apa ya yang akan diberikan Santa Klaus kepadaku tahun ini. Aku tidak punya kaus kaki untuk digantung di perapian tapi aku akan meletakkan sepatu kayu milikku di sana untuknya. Aku yakin Santa Klaus tidak akan melupakanku."

"Jangan berharap banyak pada natal tahun ini, anakku," jawab ibunya. "Kita sudah harus bersyukur bila ada roti yang bisa dimakan."

Tapi Pikola tidak percaya bahwa Santa Klaus akan melupakannya. Pada malam natal ia meletakkan sepatu kayu miliknya di depan perapian. Ketika ibu Pikola melihat sepatu kayu itu ia membayangkan betapa akan sedihnya Pikola bila esok hari ia melihat sepatu itu kosong.

"Ah, seandainya aku memiliki sesuatu sebagai hadiah natal untuk anakku. Walaupun itu hanya sepotong kecil kue natal," bisik hati ibu Pikola. Tapi di rumah itu sama sekali tidak ada apa-apa.

Ketika pagi menjelang Pikola segera bangun dan langsung berlari menjumpai sepatu kayunya. Pikola melihat seekor burung layang-layang terbaring di dalam sepatu kayu miliknya. Burung kecil itu memandang Pikola dengan dua matanya yang bersinar dan bercicit-cicit manja ketika Pikola menyentuh bulu-bulunya yang halus.

Rupanya burung kecil yang kedinginan dan kelaparan itu telah terbang di atas cerobong asap dan memasuki perapian lalu merangkak ke dalam sepatu kayu untuk menghangatkan tubuhnya.

Pikola menari-nari gembira dan mendekap erat-erat burung yang menggigil kedinginan itu. Pikola berlari menghampiri tempat tidur ibunya.

"Lihat, Bu!" teriaknya. "Hadiah natal, hadiah natal dari Santa Klaus untukku!" Pikola terus menari dengan kaki-kakinya yang telanjang.

Pikola memberi makan si burung kecil. Sepanjang musim dingin itu ia merawatnya dengan penuh kasih sayang.

Ketika akhirnya musim semi tiba Pikola membuka jendela dan membiarkan burung kecil terbang jauh.

Namun sejak itu setiap pagi burung itu selalu datang menemui Pikola untuk menyanyikan lagu-lagu yang paling indah. (*)


Atiek Kusmiadi

Pangkalpinang, 2004


Tidak ada komentar:

Posting Komentar