Peristiwa ini terjadi beberapa tahun lalu. Selesai ujian semester aku dan beberapa teman bermaksud mengadakan refreshing ke rumah salah seorang teman yang terletak di Kota Sumedang Jawa Barat.
Karena jaraknya yang cukup jauh dari Kota Bandung (sekitar dua hingga dua setengah jam perjalanan) maka kami putuskan untuk berangkat pagi hari, maksudnya agar sore harinya kami dapat langsung pulang ke Bandung.
Setelah semuanya siap kami pun berangkat dengan menggunakan mobil seorang teman yang kebetulan waktu itu orang tuanya sedang ke luar kota.
Setelah melewati Jatinangor jalan yang kami lalui mulai berkelok-kelok. Jalan ini memang terkenal curam. Jurang yang dalam di sisi kanan jalan seakan belanga besar yang siap menelan siapa pun yang lengah mengemudikan kendaraannya. Sementara tebing tinggi di sisi kiri jalan sangat riskan terhadap bahaya longsor, terutama bila musim hujan datang. Jalan penuh ancaman ini terkenal dengan nama Cadas Pangeran.
Selain ancaman dari fisik jalan yang berbahaya, momok lain yang tak kalah menakutkan adalah kisah-kisah yang beredar seputar Jalan Cadas Pangeran ini. Menurut cerita, dulunya jalan ini adalah hasil kerja paksa di jaman penjajahan. Rakyat pribumi banyak yang menjadi korban selama pembuatan jalan ini. Jasad mereka tidak dikuburkan melainkan dibuang begitu saja ke dalam jurang yang menganga di sisi jalan. Roh-roh penasaran dari jasad mereka inilah yang hingga kini seringkali mengganggu kendaraan-kendaraan yang lewat.
Saat melewati jalan Cadas Pangeran tidak satupun dari kami yang bersuara. Semua sibuk dengan pikiran masing-masing. Walaupun hari masih siang namun rupanya kekuatan magis Cadas Pangeran mampu membekukan seluruh saraf kami.
Setelah sampai di tujuan baru suasana kembali cair. Nasi hangat dan gurami bakar yang disediakan tuan rumah telah mengembalikan saraf-saraf tubuh ke fungsinya semula.
Saking asyiknya menikmati suasana Kota Sumedang dan tahunya yang terkenal itu kami jadi lupa waktu. Menjelang malam baru kami meninggalkan Sumedang untuk kembali ke Bandung.
Tiba di Cadas Pangeran malam mulai larut dan udara begitu dingin. Mungkin karena kelelahan sebagian dari kami sudah tertidur. Hanya Deza dan aku yang masih terjaga.
Ketika akan melewati sebuah kelokan mobil tiba-tiba berhenti.
"Kenapa, Dez?" tanyaku pada Deza yang memegang kemudi.
"Tau, nih. Setirnya kok jadi berat banget nggak mau muter. Mesinnya pun tiba-tiba mati," kata Deza rada panik.
Setelah membangunkan yang tidur, kami semua turun dari mobil.
Kami coba mendorong tapi mobil tetap tidak mau bergerak.
Karena tidak tahu lagi apa yang mesti dilakukan, kami duduk-duduk di trotoar memandangi bis-bis antar kota yang lalu lalang. Ada perasaan takut yang menyergap bila ingat cerita-cerita yang beredar mengenai Cadas Pangeran ini. Tiba-tiba....
"Hey lihat!" Fani berteriak nyaring sambil menunjuk ke bawah jurang.
Spontan kami semua melihat ke arah yang ditunjuk. Di bawah sana, diantara gelapnya jurang terlihat seberkas sinar terang yang teramat terang. Tak berapa lama sinar itu memecah menjadi bola-bola api kecil yang beterbangan kesana kemari.
Kami semua terdiam dan saling pandang penuh tanda tanya, atau lebih tepatnya penuh ketakutan. Bulu kuduk merinding membayangkan yang tidak-tidak.
Untuk mengusir rasa takut dan dingin Budi menyalakan sebatang rokok dan menghisapnya dalam-dalam. Setelah menghembuskan asap rokok yang bergulung-gulung ia letakkan rokok itu di pinggir trotoar.
Anehnya, setelah diperhatikan rokok tersebut seperti dihisap oleh seseorang. Api rokok terus maju melahap batangan rokok hingga akhirnya secara perlahan sampai ke bagian filternya.
Menyaksikan semua itu kami hanya melongo. Tepat ketika api rokok mati bola-bola api yang beterbangan di dasar jurang juga menghilang.
Seperti ada kekuatan yang mengkomando, Deza cepat-cepat masuk ke mobil dan menyalakan mesin. Ajaib mesin segera menyala dan setir pun berfungsi seperti semula.
Melebihi semangat para pejuang '45 kami berebutan masuk ke mobil dan segera meninggalkan tempat itu. Mobil melaju kencang sekencang degup jantung kami. (*)
Atiek Kusmiadi
Pangkalpinang, 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar